Komandan Pengawal Istana Tjakrabirawa Brigjen Sabur pun kemudian melaporkan kepada Soekarno, bahwa Istana dikepung “pasukan tidak dikenal” karena tak mengenakan tanda identitas.
Lantaran Soeharto yang seharusnya bertugas untuk membubarkan “pasukan tak dikenal” tidak hadir di Istana karena alasan sakit, Soekarno pun memutuskan untuk meninggalkan Istana Merdeka, dan bertolak ke Istana Bogor.
Tiga jenderal yang diyakini diutus oleh Soeharto, kemudian mendatangi Soekarno di Istana Bogor. Mereka adalah Basoeki Rachmat, Jusuf, dan Amir Machmud. Tiga petinggi militer yang datang menemui Soekarno itu meminta agar presiden memberikan kewenangan penuh kepada Soeharto, untuk mengamankan kondisi negara.
Berdasarkan pengakuan Lettu Sukardjo, yang saat itu bertugas untuk mengawal presiden, suasana tampak tegang antara 3 jenderal dan Soekarno. Dikatakan jika Soekarno juga terlibat adu argument dengan 3 jenderal terkait isi surat kewenangan yang akan diberikan kepada Soeharto. Bahkan, Sukardjo mengatakan bahwa sempat terjadi todong-todongan senjata, antara dirinya dan para jenderal.
Karena adanya berbagai desakan yang muncul, Soekarno pun memutuskan untuk menandatangani surat kewenangan untuk Soeharto. Surat itu kemudian kita kenal dengan nama Supersemar 1966, atau Surat Perintah Sebelas Maret.
Soeharto Diangkat Sebagai Presiden
Soeharto pun akhirnya ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967, setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno (Nawaksara) ditolak MPRS.