Kembali ke penjual gorengan, masuk akal apa yang dilakukannya dengan sedikit mengurangi kualitas produksi. Cara itu tiada lain untuk menyiasati inflasi yang gila-gilaan agar dia tetap survive di tengah impitan hidup yang serba sulit. Itu juga mungkin dilakukan sejumlah restoran, pengusaha katering, atau warung makan yang terpaksa menggunakan ‘rekayasa menu’ (istilah teknis untuk menggunakan bahan-bahan yang lebih murah) agar neraca ekonomi tetap masuk akal. Lantas, bagaimana dengan kualitas gizinya? Lalu, bagaimana pula dengan masyarakat, terutama lapisan bawah, yang terbiasa makan dengan sayur sawi dan sambal, apakah cukup hanya dengan kerupuk seiring dengan melonjaknya harga kedua komoditas tersebut? Bagaimana pula dengan stunting yang masih jadi persoalan di negeri ini?
Begitulah, di balik angka-angka inflasi ternyata tersimpan sejumlah ironi di dalamnya. Perlu segera ada solusi nyata untuk menekan lajunya. Dia tidak sesederhana yang cukup dipaparkan hanya dengan grafis dan kata-kata.