Sejarah Judi dan Rekening Perwira Polisi
info ruang publik – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan pemberantasan judi secara besar-besaran pada Kamis (18/8/2022). Perintah ini berbarengan dengan sorotan terhadap tingkah para perwira dan petugas kepolisian yang menimbulkan ketakpercayaan di masyarakat.
Kondisi ini sedianya bukan barang baru. Nun pada 2005, hal serupa juga terjadi di kepolisian. Saat itu, berbagai kasus juga menerpa institusi kepolisian. Dan seperti judi online saat ini, perjudian “darat” meraja lela di berbagai daerah. Judi kelas kasino makin semarak, sedangkan judi kelas kupon toto gelap (togel), makin mudah dibeli ditempat terbuka.
Kapolri yang baru dilantik, Jenderal Sutanto kemudian meluncurkan program pemberantasan judi. Ia memerintahkan seluruh kapolda bergerak memberantas judi apapun bentuknya selepas diambil sumpah pada 8 juli 2005.
Pada awalnya, perintah itu tak begitu berdampak. Hingga 19 Juli 2005, dari 31 kepolisian daerah di Tanah Air baru 15 polda yang melaporkan penindakan judi kelas teri di wilayah masing-masing.
Penindakan belum dilakukan kepada pengelola judi, apalagi pengelola judi kelas kakap.kasus judi yang dilaporkan 15 polda kepada Kapolri masih sebatas sabung ayam, judi bola, togel, kartu domino, judi dadu, mesin ketangkasan, judi biliar, jackpot, dan sie jie.
“Memang kami belum menangkap pelaku judi kelas kakap. Sepertinya tindakan terhadap mereka belum terjangkau,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Aryanto Boedihardjo, kala itu. Salah satu hal yang membuat penjudi kelas kakap sulit dijangkau, kata dia, adalah digunakannya Pasal 303 KUHP yang mengatur soal perjudian.
Menurut dia, pasal tersebut mengharuskan agar penangkapan dilakukan ketika pelaku sedang berjudi. Selain itu, Aryanto menjelaskan ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk menangkap pelaku perjudian.
Hingga kemudian tersiar kabar, ada pembiaran judi yagn dilakukan di 14 Polda. Indonesia Police Watch melaporkan, diantaranya adalah Polda Riau, Polda Banten, Polda Sumut, Polda Kepulauan Riau, Polda Jambi, Polda Sumsel, Polda Metro Jaya, Polda Jateng, Polda Jabar, Polda Jatim, Polda DIY, Polda Sulut, dan Polda Kalbar.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein pada 27 Juli 2005 juga menyerahkan laporan rekening tak wajar 15 perwira polisi pada Kapolri. Jumlah minimal rekening itu sekitar ratusan juta sampai miliaran rupiah. Berbentuk macam-macam, ada mata uang rupiah, valuta asing (valas), maupun dalam bentuk obligasi atau reksadana. Yunus menjelaskan, rata-rata satu perwira memiliki beberapa rekening, dan ditempatkan di beberapa bank. Semuanya dalam bentuk tunai.
Berdasarkan laporan itu, pada September 2005, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri melansir temuan unsur pidana pada kepemilikan rekening mencurigakan pada tujuh di antara 15 laporan itu.
Sementara pada Desember 2005, Kapolri Sutanto mengganti pejabat di 13 Polda sekaligus. Diantaranya di Polda Bali, Jatim, Banten, Sulsel, Sulut, Sumut, Sumsel, Riau, Bangka Belitung, Kepri, Kalsel, NTB dan NTT.
Pada akhirnya, Kapolri Sutanto mampu menuliskan dengan tinta emas pemberantasan judi selama masa jabatannya yang berakhir 2008. Meskipun akhirnya, fenomena judi tersebut, serta kecurigaan terhadap perwira dan petugas polisi kumat lagi belakangan.