Partai Pelita Sulit Mencari Massa
info ruang publik – Kejatuhan Soeharto pada Mei 1998 mendatangkan angin segar bagi umat Islam. Partai-partai bercorak agama mayoritas di Indonesia tersebut bermunculan. Dan sebagaimana partai, mereka turut serta dalam pemilu setahun kemudian.
Waktu itu setidaknya ada lima partai bercorak Islam (selanjutnya disebut partai Islam saja) yang mendapatkan cukup banyak suara: PPP (12,55%), PKB (11,03%), PAN (7,36%), PBB (2,81%), dan PK–yang kelak berubah menjadi PKS (1,51%).
PPP merupakan partai Islam terbesar yang menduduki peringkat tiga nasional di bawah PDIP (33,12%) dan Partai Golkar (25,97%). Itu adalah pencapaian tertinggi partai Islam. Partai Islam bahkan tersalip oleh partai yang lahir kemudian, misalnya Partai Demokrat dan Partai Gerindra.
Alasan paling kasatmata mengapa partai Islam tak pernah berjaya meski agama ini dianut mayoritas masyarakat adalah karena memang suaranya terpecah ke berbagai tempat. Selain itu tentu saja mereka bersaing dengan partai bercorak nasionalis yang ternyata lebih menarik massa.
Di tengah situasi inilah muncul lagi partai baru yang juga bercorak Islam, Partai Pelita. Mudah saja menyimpulkan bahwa partai ini dekat dengan Muhammadiyah, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia.
Partai Pelita didirikan oleh Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah. Sementara salah satu pengurus pusatnya adalah mantan Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Beni Pramula. Beni juga yang mengatakan bahwa “sebagian besar dari anggota Partai Pelita adalah dari Muhammadiyah.”
Namun demikian, ia mengatakan tidak hanya fokus meraup suara dari sana, tapi dari semua kalangan. “Kami tetap bersifat inklusif, siapa pun dengan latar belakang apa pun bahkan selain beragama Islam juga kami persilakan,” kata Beni saat dihubungi Tirto, Jumat (20/5/2022).