Klaim Utang Luar Negeri Terkendali, BI: Meski Meningkat Dibanding Sebelumnya
info ruang publik – Bank Indonesia (BI) mengklaim Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Desember 2023 atau kuartal IV-2023 tetap terkendali, meski meningkat.
Posisi ULN Indonesia pada akhir kuartal IV-2023 tercatat sebesar US$ 407,1 miliar atau Rp 6.349,13 triliun (Rp15.596 per US$). Angka ini tumbuh 2,7% (yoy), meningkat dibandingkan dengan posisi kuartal sebelumnya yang tumbuh 0,02% (yoy). Kemudian, jika dibandingkan dengan November 2023, peningkatannya hanya sebesar 1,54%.
“Peningkatan tersebut terutama bersumber dari transaksi ULN sektor publik. Selain itu, peningkatan posisi ULN pada kuartal IV-2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global termasuk Rupiah,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Kamis (15/4/2024).
Erwin menegaskan ULN pemerintah tetap terkendali serta dikelola secara terukur dan akuntabel. Posisi ULN pemerintah pada akhir kuartal IV-2023 sebesar 196,6 miliar dolar AS atau tumbuh 5,4% (yoy), meningkat dari pertumbuhan 3,3% (yoy) pada kuartal sebelumnya.
Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Menurut BI, kenaikan ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.
Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN dan dalam rangka melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk fokus mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas.
Dukungan pembiayaan tersebut mencakup antara lain pada sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (23,7% dari total ULN pemerintah), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,9%), Jasa Pendidikan (16,6%), Konstruksi (14,1%), serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,7%).
Dengan demikian, posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8% dari total ULN pemerintah.
Lebih lanjut, ULN swasta tetap terkendali serta melanjutkan kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN swasta pada akhir triwulan IV 2023 tercatat sebesar 197,0 miliar dolar AS, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,9% (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan III 2023 sebesar 3,5% (yoy).
“Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 2,4% (yoy) dan 1,8% (yoy),” tegas Erwin.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,7% dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 74,9% terhadap total ULN swasta.
Dengan capaian ini, BI memastikan struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 29,7%, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 86,6% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalisasi resiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkas Erwin.