Rudy menjabarkan bahwa upaya preventif yang dimaksud adalah pengawasan dengan melibatkan dinas dan organisasi massa alias Ormas, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Satpol PP, MUI, KNPI. Tim itulah yang nanti akan melakukan pengawasan di lokasi-lokasi yang diduga terjadinya perilaku LGBT, antara lain di sekolah dan di kos yang seharusnya menjadi ranah private.
“Kami melihat ada beberapa dari pergaulan, mulai dari sekolah maupun di lingkungan, termasuk di tempat-tempat kos. Setiap informasi yang menyatakan itu tempat berlangsungnya pertemuan antara dua jenis yang sama dan bercinta oleh kita diawasi dengan ketat.”
Pengawasan itu diakui Rudy karena pihaknya tidak berhak menjerat dengan sanksi pidana.
“Kalau ada yang terjaring akan dibina oleh kami. Kalau mau menghukum, [pakai] pasal apa? Kami tidak bisa berharap seperti itu, kami harus menyadarkan,” ujar politisi Gerindra itu.
Bantah aturan anti-LGBT diskriminatif
Menanggapi sejumlah pihak yang menilai aturan tersebut bersifat diskriminatif, Rudy membantahnya. Ia berkilah, peraturan tersebut bersifat universal, yakni tentang pelarangan perbuatan maksiat.
Rudy berkeras Perbup ini juga ditujukan untuk melindungi masyarakat dari perilaku menyimpang dengan cara pencegahan dan rehabilitasi.
“Nggak ada masalah [dikritik]. Saya harus melindungi masyarakat bahwa LGBT itu merupakan bagian yang bertentangan dengan hukum agama.”
“Karena dampak dari perilaku menyimpang tersebut bisa mengakibatkan pelaku atau korban mendapatkan penyakit HIV/AIDS, risiko kanker, kanker anus, dan penyakit akibat gangguan hormon,” pungkasnya.
Perbub anti-LGBT di Garut timbulkan kekhawatiran
Terbitnya Perbup Nomor 47/2023 menimbulkan kekhawatiran di kelompok minoritas seksual di Garut. Salah satunya, Awan (nama samaran). Awan khawatir Perbup tersebut akan memicu tindakan kekerasan terhadap kelompoknya. Selain itu, kegiatan komunitasnya yang aktif dalam edukasi pencegahan penularan HIV/AIDS bakal terhambat.