Dalam tataran elite, kata dia, posisi cawapres menjadi penting karena dalam koalisi biasanya itulah yang mengunci koalisi. Artinya, ada deal-deal an antarparpol untuk memenuhi presidential threshold 20 persen.
“Maka mau enggak mau, cawapres itu adalah bentuk representasi dari sebuah parpol tertentu dalam koalisi itu dan itu akan menentukan posisi dan kemudian pembagian kekuasaan lebih lanjut secara internal koalisi dan biasanya, itu yang lebih susah,” kata Kunto.
Tak Harus Mewakili Nasionalis dan Religius?
Lebih lanjut, Kunto mengatakan, capres dari kalangan nasionalis dan memiliki wakil dari kalangan santri tidak menjamin kemenangan pada Pemilu 2024. Menurutnya, hal itu bukan sesuatu yang sifatnya general dalam artian mengacu pada beberapa pemilu sebelum-sebelumnya.
“Pertama SBY-JK, ya gak ada santrinya, kan, dua-duanya. Menang-menang juga. SBY-Boediono. Jokowi-JK, menang juga,” ucap Kunto.
Kunto menilai, pada perhelatan Pemilu 2019, Jokowi memang disandingkan dengan Ma’ruf Amin sebagai representasi nasionalis dan relegius. Ma’ruf sendiri merupakan tokoh MUI dan sesepuh Nahdlatul Ulama (NU).