Ia mengingatkan bahwa MK seolah menutup mata dengan kondisi faktual politik Indonesia dengan mengedepankan dalih diskriminasi. Kurnia berpendapat, dinasti politik harus dihindari dalam iklim demokrasi dan antikorupsi. Ia beralasan, selain menutup peluang terpilihnya figur lain karena adanya dugaan konflik kepentingan, sumber pembiayaan politik kerabat keluarganya yang ingin maju dalam kontestasi politik kerap kali memanfaatkan dana dari rekan keluarga yang masih menjabat.
“Bagi ICW, dinasti politik akan sangat sulit dihilangkan. Sebab selain karena MK membenarkannya, figur tertinggi di republik ini, yaitu Presiden Joko Widodo, juga tidak menganggap hal itu sebagai praktik yang mestinya ia hindari,” kata Kurnia.
Kurnia mengakui bahwa fenomena pasutri duduk di dua posisi, yakni eksekutif dan legislatif atau sebaliknya, tidak lepas dari putusan MK tentang konflik kepentingan. Hal itu akhirnya memunculkan momen di mana suami di eksekutif dan istri di legislatif atau sebaliknya.
“Kalau dalam konteks Kapuas, kita melihat lebih lanjut dan itu sebenarnya sudah analisa sejak lama bahwa ketika ada anggota keluarga sama-sama menjabat di jabatan publik, maka ada subsidi yang melanggar hukum karena bagaimanapun anggota keluarga akan membantu anggota keluarga lainnya dengan memanfaatkan jabatan publik untuk mendanai kontestasi elektoral anggota keluarganya yang lain,” kata Kurnia.