Biaya Politik di Indonesia Mahal
Sementara itu, analis politik dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengatakan, biaya politik Indonesia mahal karena adanya praktik jual beli suara yang berubah menjadi suatu budaya politik.
“Saya pikir hal yang membuat mahal itu adalah praktik jual beli suara (vote buying) yang masih tinggi dan menjadi kultur kampanye. Realita ini yang kemudian membuat para kontestan terutama petahana untuk bisa bersiasat demi elektabilitas di pemilu berikutnya. Salah satunya memang yang sering dijumpai adalah penyelewengan kekuasaan,” kata Wasisto.
Wasisto mengatakan, setidaknya ada dua alasan realita tersebut muncul. Pertama, para kontestan pemilu berpikir pemberian uang adalah bagian dari upaya mengikat komitmen pemilih karena alasan balas budi. Dengan menggunakan uang, pemilih akan merasa balas budi dan memilihnya saat pemilihan. Kedua, kata Wasisto, para kontestan kerap galau atau cemas tidak melakukan praktik jual beli suara. Mereka kerap khawatir kehilangan posisi di periode berikutnya.
Ia menilai, pendekatan transaksional akan membuat politikus tersebut minim risiko secara mental dan peluang.