Para kandidat sejak awal dibebani mulai perkara mahar politik untuk mendapatkan rekomendasi partai, biaya menggerakkan mesin partai, mendanai tim pemenangan, biaya kampanye online dan offline, sumbangan politik pada masyarakat, hingga pembayaran saksi di TPS.
Sulit bagi calon untuk mendanai sendiri semua kebutuhan itu. Muncullah kemudian pihak-pihak yang memberikan sumbangan. UU Pemilu dan UU Pilkada tidak membatasi dana kampanye yang berasal dari calon itu sendiri. Hanya diatur batas maksimal sumbangan dana kampanye pihak ketiga.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dalam pasal 7 ayat 1 sampai 3 dijelaskan, sumbangan dana kampanye yang berasal dari partai dan badan hukum swasta maksimal sebesar Rp750 juta. Sedangkan sumbangan dari pihak perseorangan dibatasi maksimal sebesar Rp75 juta.
Aturan KPU mengharuskan sumbangan dana kampanye dilengkapi dengan identitas lengkap penyumbang. Aturan itu juga mengatur pencatatan dua bentuk sumbangan yang bisa berupa uang atau barang dan jasa.
Laporan Dana Kampanye Tak Sesuai Pengeluaran
Pada Pilkada 2020, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pernah melakukan riset biaya kampanye. Di antara 9 daerah yang menggelar pemilihan gubernur, dana kampanye tertinggi yang dilaporkan ke KPU adalah pasangan calon gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran dan Pratowo. Angkanya mencapai Rp34.680.532.391.