“Angkanya tak bisa saya sebut, tapi lebih dari tawaran incumbent,” ujar Supardi sembari tertawa awal Maret lalu.
Dia menegaskan, uang tersebut tak masuk kantong pribadi. Tapi untuk pemenuhan biaya kampanye. Supardi mengakui praktik jual beli kursi untuk dukungan pasangan calon Pilkada sudah lumrah terjadi. Bukan tanpa sebab, biaya politik yang tinggi menjadi salah satu faktor utama.
Misalnya, parpol butuh dana untuk kampanye. Memasang billboard, spanduk, bahkan umbul-umbul agar calonnya dikenal rakyat.
Tapi Supardi menegaskan, pengalihan dukungan tersebut bukan semata mahar jual beli kursi. Tapi realitas politik bagi parpolnya yang tak bisa bergabung dengan incumbent saat itu. Meskipun pada akhirnya, incumbent kembali menang. Jalur MK sempat ditempuh. Tetap saja kalah.
Cerita soal ‘beli kursi’ untuk syarat pencalonan kepala daerah ini juga dituturkan oleh tokoh yang mengincar kursi kepala daerah di Pilkada 2024. Politikus salah satu partai pendukung pemerintah ini mengaku menyiapkan ‘isi tas’ guna mendapatkan tiket pilkada.
Dia bercerita, setidaknya untuk tingkat gubernur, membutuhkan uang ratusan miliar. Dia mengaku siap apabila harus membeli kursi anggota DPRD tingkat provinsi. Budget nya Rp1 miliar per kursi.