Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Hampir Diusir. Kemenag Tunggak Pembayaran Beasiswa 10 Bulan
info ruang publik – Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Hal itu tengah dirasakan penerima beasiswa 5.000 Doktor Kementerian Agama (Kemenag), salah satunya Husnul Khitam.
Dia mengungkapkan pembayaran uang beasiswa sempat tersendat. Kemenag tak mengalirkan uang SPP hingga biaya hidup kepada penerima beasiswa bagi dosen di lingkungan Kemenag itu.
Pencairan beasiswa mulai telat sejak Januari 2022. Mahasiswa program S3 di Department of Sociology, University of Tennessee-Knoxville ini mengaku pencairan telat lantaran ada perubahan manajemen di Kemenag.
“Pencairan ini mulai telat sejak 2022, tepatnya sejak semester Fall 2022. Kemenag menjelaskan ada perubahan manajemen dan perpindahan pembiayaan ke LPDP, meskipun saya merasa meskipun ada perpindahan manajemen, hak dan jaminan ketepatan beasiswa harus menjadi prioritas Kementerian karena menyangkut hajat hidup kami,” cerita Husnul, Jumat, 18 November 2022.
Keterlambatan itu diperparah dengan berhentinya dana beasiswa pada Agustus 2022. Biaya hidup dan SPP tidak diberikan hingga minggu kedua November 2022.
“Sejak Agustus saya belum menerima biaya hidup dan SPP. Bahkan, untuk pembayaran SPP, baru saya peroleh minggu ini,” beber dia.
Hal itu membuat kehidupan Husnul kian sulit di negeri orang. Terlebih, saat studi ini dia membawa keluarganya berjumlah lima orang.
“Saya harus menggantungkan diri dari pinjaman yang tidak sedikit untuk bisa bertahan, sementara untuk bekerja agak sulit kalau di Amerika. Hari-hari saya siasati dengan memaksimalkan sumber pangan yang saya dapatkan dari gereja di sekitar atau di kampus, karena sejak covid-19 semua harga di sini naik jadi semakin memberatkan dan harus memilah-milah mana yang penting untuk dibeli dan mana yang bisa diperoleh dari food pantry atau gereja sekitar,” cerita dia.
Tak cuma itu saja, dia mengaku akibat masalah pencairan beasiswa ini, keluarganya nyaris terusir dari tempat tinggalnya. Sebab, biaya hidup yang didapatkan dari beasiswa 70 persen dialokasikan untuk tempat tinggal.
“Sebenarnya porsi terbesar dari biaya hidup bukan makan, tetapi tempat tinggal. Sebesar 70 persen dari biaya hidup tersedot ke tempat tinggal dan kalau terlambat membayar, kami sekeluarga bisa terusir, ini yang jadi problem,” tutur dia.