Cara Orde Baru Mengatur Narasi Sejarah

0
Showing 3 of 5

Masing-masing jilid buku Sejarah Nasional Indonesia berisi satu periode khusus, yakni prasejarah, kuno, kerajaan-kerajaan Islam, Indonesia abad ke-19, kebangkitan nasional dan akhir Hindia Belanda, serta pendudukan Jepang sampai Republik Indonesia.

Sekilas tidak terlihat aneh. Namun jika ditelaah lebih lanjut, materi-materi di dalamnya sudah sesuai dengan kepentingan Soeharto. Adagium “sejarah ditulis oleh pemenang” dapat terlihat di sini.

Pemerintah Orde Baru berhasil menciptakan narasi masa lalu dalam bentuk yang lebih memuaskan untuk menyokong kebutuhan saat itu dan masa depan. Abdul Syukur mencatat ada beberapa narasi yang disetir oleh pemerintahan Orde Baru, yakni anti-komunis, anti-Sukarno, anti demokrasi liberal dan terpimpin, serta narasi pro Soeharto dan Orde Baru.

Saat menceritakan masa kepemimpinan Presiden Sukarno, misalnya, buku ini berupaya menyudutkan Sukarno sebagai tokoh utama meningkatnya tensi politik tahun 1960-an. Bahkan, bisa dikatakan memvonis salah Sukarno atas berbagai kejadian masa lalu sepanjang kekuasannya. Padahal, di balik itu ada banyak faktor yang membuat situasi politik memanas.

Selain itu, terkait peristiwa tahun 1965-1966, buku Sejarah Nasional Indonesia menyebut Soeharto sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi nasional, khususnya ancaman dari PKI yang telah membunuh para perwira TNI AD. Namun tidak ada pemaparan tentang tragedi pembunuhan massal pasca G30S.

Narasi ini diterapkan pada kurikulum pendidikan di jenjang SD, SMP, dan SMA. Buku-buku teks pembelajaran sejarah di sekolah pun mengikuti buku Sejarah Nasional Indonesia.

Untuk memperkuat pemahaman tentang sejarah, pada kurikulum 1984, misalnya, ada dua pelajaran tentang sejarah, yakni Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dan Sejarah. Meski sama-sama membahas masa lalu, keduanya berbeda.

Showing 3 of 5
Exit mobile version