Kurikulum dan Penilaian

0
Showing 3 of 3
Mari berbenah

Untuk mengatasi hal tersebut, kita harus segera berbenah. Menurut saya, harus ada kolaborasi yang seimbang antara guru (sekolah), orangtua, dan pemerintah. Saya menempatkan guru (sekolah) di posisi garda terdepan dan pertama dalam upaya mengubah ini semua. Menurut saya, ada idealisme yang hilang dari guru kita hari ini jika kita kembali menilik fungsi guru di sekolah, yakni memberikan pertolongan-pertolongan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik itu kompetensi pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.

Pertolongan-pertolongan inilah yang kini kian sulit diperoleh, seakan semakin mahal. Ada selentingan dari guru mengenai anak-anak sekarang yang sudah hilang rasa hormat kepada gurunya. Namun, ada pertanyaan satire, bagaimana siswa bisa menghormati gurunya, sedangkan ia tidak pernah dididik untuk disiplin, jujur, bekerja keras? Guru malah mendidiknya dengan ‘tidak mendidik.’ Pesan karakter apa yang ingin kita sampaikan kepada siswa jika tanpa hadir ke sekolah ia bisa naik kelas; tidak paham materi bisa mendapatkan nilai bagus. Bagaimana ia bisa menghormati gurunya jika gurunya tidak mendidik apa-apa, jika tidak mau disebut mendidik kemalasan?

Di barisan kedua adalah orangtua. Orangtua harus memahami proses dan mendampingi setiap proses itu dengan kesabaran. Banyak orangtua berambisi meraih prestise dengan mendorong anaknya harus juara lomba, harus jago matematika. Jika itu terjadi, anak dianggap berprestasi. Sekolah dianggap berhasil. Tanpa disadari, hal seperti itu sebenarnya telah menempatkan mereka dalam sebuah jebakan.

Barisan paling fundamental ketiga ialah pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek. Sejak Kurikulum Merdeka diluncurkan, sudah banyak produk pendidikan dihasilkan. Semua produk itu muaranya pada kompetensi lulusan.

Kurikulum terus berganti, program peningkatan guru dengan segala macam nomenklatur, sekolah dengan berbagai label, dan kesejahteraan guru terus ditingkatkan dengan macam-macam insentif, tidak akan berdampak apa pun jika proses penilaian di kelas telah jauh dari hakikat penilaian itu sendiri.

Kurikulum berganti menjadi ini dan itu, tapi cara mengajar dan menilainya tidak berubah. Mari duduk sejenak, merefleksi apa yang saat ini sedang kita siapkan sebagai warisan untuk anak cucu kita.

Source:

Showing 3 of 3
Exit mobile version