Kurikulum dan Penilaian

0
Showing 2 of 3

Keempat, guru pemalas. Saya berdiskusi dengan banyak guru di banyak sekolah. Mereka bercerita tentang kondisi sekolah masing-masing. Ada hak-hak siswa dalam proses pembelajaran tidak dipenuhi guru, seperti hak siswa untuk remedial, yaitu siswa secara pengetahuan belum memenuhi tujuan pembelajaran. Akan tetapi, karena gurunya malas, biasanya akan diberikan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau bahkan nilai bagus. Harusnya guru melakukan proses remedial, proses pendampingan untuk perbaikan.

Generasi stroberi

Nilai rapor yang tidak merepresentasi kemampuan siswa yang sebenarnya, pada dasarnya inilah cara sekolah melahirkan generasi stroberi. Istilah ini muncul untuk menggambarkan generasi Taiwan yang lahir di 1980-an, masa pascaperang. Mereka tidak mau anaknya susah seperti mereka ketika masa perang, dan memanjakannya dengan segala fasilitas yang mewah (nytimes.com).

Kini kondisi seperti itu menimpa lingkungan pendidikan kita. Setidaknya empat alasan guru memberikan nilai dalam rapor di atas adalah bentuk upaya kita dalam memanjakan mereka, memberikan kemewahan, membenarkan untuk mereka berleha-leha. Jadinya, mereka tidak punya ‘kesempatan’ untuk menempa diri dalam hal kemandirian, daya tahan, daya juang, serta karakter bertahan di segala tantangan. Mereka menjadi manja, lembek, seperti sifat stroberi yang lunak, mudah koyak ketika terbentur. Saat dihadapkan pada tantangan, anak akan rapuh dan mudah menyerah.

Ini akan membuat kita semakin jauh dari makna manusia berkualitas menurut UU No 20 Tahun 2003, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Dalam konteks sekolah, etos kerja dan mentalitas menjadi sangat penting ketika seorang anak berada dalam lingkungan masyarakat, atau ketika berada di bangku perkuliahan. Pendidikan tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Seperti apa ia ditempa, seperti itulah kepribadiannya di masyarakat. Kita mewarisi generasi emas palsu, yang nantinya akan bertindak sebagai pengambil kebijakan (palsu) dan pemecah masalah (palsu) di masyarakat, seperti nilai (palsu) yang ia terima ketika di bangku sekolah.

Showing 2 of 3
Exit mobile version