Contoh pelabelan yang dimaksud BPOM antara lain, “Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” atau “Berpotensi Mengandung BPA” pada label produk AMDK yang menggunakan kemasan plastik PC.
Namun, label “Berpotensi Mengandung BPA” tidak perlu dicantumkan pada produk AMDK dengan hasil analisis BPA tidak terdeteksi atau dengan nilai Limit of Detection (LoD) ≤ 0,01 bpj. Migrasi BPA dari kemasan plastik polikarbonat tersebut harus memenuhi ketentuan perundang-undangan.
“Kami tidak melarang penggunaan kemasan galon PC. Regulasi ini juga cuma berlaku untuk AMDK dengan mempunyai ijin edar, sehingga tidak berlaku untuk depot air minum isi ulang. Dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha,” kata Penny.
Apa Pentingnya Pelabelan BPA?
Masalah risiko kontaminasi BPA dalam kemasan pangan bukan cuma jadi perhatian Indonesia saja, tapi juga dunia. Sejak 2018, Uni Eropa menurunkan batas migrasi BPA dari semula 0,6 bpj menjadi 0,05 bpj. Sementara itu, beberapa negara, diantaranya Prancis, Brazil, Negara Bagian Vermont, dan Distrik Columbia (Amerika Serikat), lebih keras lagi melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan, termasuk AMDK.
Di Negara Bagian California (Amerika Serikat), BPA masuk dalam salah satu senyawa yang diatur dalam daftar Proposition 65 (Peraturan Negara Bagian California). Artinya produk yang berisiko terdapat migrasi BPA harus mencantumkan peringatan pada label kemasan dan pada ritel atau rak penjualan.
Sebagian dari Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa kemasan makanan dan minuman itu mesti mencantumkan label penanda bebas BPA. Senyawa ini mesti dihindari karena berisiko menyebabkan masalah kesehatan. BPA merupakan bahan untuk mengeraskan plastik sehingga banyak terdapat di perangkat medis, botol air, cakram padat, sealant gigi, lapisan makanan, dan minuman kaleng.