Pernikahan yang tidak dicatatkan pada negara dianggap tidak memiliki kekuatan hukum.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU Perkawinan

Mengacu pada undang-undang ini, tiap pernikahan atau perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, meskipun pernikahan tersebut sah secara agama, namun jika tidak dicatatkan secara negara, seperti nikah siri, maka akan tetap dianggap tidak sah di mata hukum.

Pentingnya mencatatkan perkawinan juga tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Peraturan ini merupakan ketentuan tambahan bagi masyarakat yang beragama Islam.

Berdasarkan KHI, setiap perkawinan harus dicatat agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat.

Selain itu, setiap perkawinan juga harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah.

Pasal 6 Ayat 2 KHI berbunyi, “Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.”

1 2 3
Exit mobile version