Garansi penggunaan omnibus

Berkaca dari kelemahan metode omnibus, pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode ini tidak boleh dilakukan dalam waktu singkat, apalagi tergesa-gesa seperti praktik pembentukan UU Cipta Kerja sebab singkatnya waktu akan menyebabkan ruang partisipasi menjadi sempit sehingga UU yang dilahirkan cenderung bersifat elitis atau tidak prorakyat.

Dalam konteks ini, ruang partisipasi mesti dibuka seluas mungkin melalui berbagai cara yang memungkinkan aspirasi rakyat diterima secara baik. Pada saat bersamaan, partisipasi jangan hanya dimaknai secara formal, tetapi harus lebih substantif di mana aspirasi diserap secara serius dan diadopsi menjadi norma yang dapat menengahi semua kepentingan masyarakat secara proporsional.

Lebih jauh, proses pembahasan terhadap materi peraturan perundang-undangan yang dibentuk mesti dilakukan secara bertahap dan komprehensif sesuai kelompok materi muatan yang ada. Dalam konteks ini, pembahasan tidak boleh dilakukan secara gelondongan. Cara demikian akan menyebabkan anggota DPR belum tentu membaca dan mencermati pasal demi pasal dari norma yang akan ia setujui menjadi UU. Pada saat yang sama, untuk setiap kelompok dan tahap pembahasan, publik baik yang pro maupun kontra diberi ruang yang setara untuk terlibat memberi masukan melalui pemerintah dan DPR.

Dengan demikian, langkah melegalisasi metode omnibus dalam UU PPP tidak boleh berhenti sebatas untuk memberi alas bagi keabsahan terbentuknya UU menggunakan metode omnibus, tetapi harus pula dengan mengikhtiarkan terbentuknya produk legislasi yang valid dan diterima masyarakat luas. Bila ikhtiar demikian disimpangi, memungut metode omnibus tidak akan lebih dari menyediakan cara melahirkan produk hukum yang lebih prokepentingan elite semata.

1 2 3
Exit mobile version