Surat keputusan bersama itu mengatur bahwa penjatuhan sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS oleh pejabat pembina kepegawaian dan pejabat yang berwenang kepada PNS yang telah dijatuhi hukuman tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Selain itu juga ditetapkan penjatuhan sanksi kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat yang berwenang karena tidak melaksanakan penjatuhan sanksi sebagaimana telah diatur pada surat keputusan bersama tersebut.

Singkat kata, surat keputusan bersama itu mengatur sanksi pemecatan dengan tidak hormat ASN koruptor. Jika tidak dipecat, atasannya yang diberikan sanksi. Indah nian aturan itu di atas kertas, tetapi pelaksanaannya menjadi macan kertas.

Fakta bicara lain. PNS koruptor tidak dipecat dengan berbagai alasan antara lain PPK kesulitan mendapatkan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ada pula PNS yang sudah dipecat kemudian menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Ironis memang, PNS koruptor justru dimenangkan kemudian disuruh dipekerjakan kembali setelah sempat dipecat. Mereka inilah yang masuk kategori koruptor terhormat.

Kasus di institusi kepolisian setali tiga uang. Pemecatan dengan tidak hormat anggota polisi yang terlibat korupsi diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Pada huruf a Pasal 12 ayat (1) menyebutkan dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

1 2 3
Exit mobile version